Medancyber.com – Medan
Sidang permohonan praperadilan yang diajukan Doni Wijaya melalui kuasa hukumnya, terhadap Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Wilayah Sumatera (termohon I) dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDASU) (Termohon II) kembali di Gelar di Ruang Cakra VI, Pengadilan Negeri Medan, Selasa (6/7).
Dalam sidang lanjutan ini, Ahli Pidana Edi Yunara SH MHUM menerangkan bahwa penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Pengadilan Negeri. Namun, jika itu tidak ada maka tidak sah secara hukum dan dikatagorikan perbuatan melawan hukum.
Ahli hukum itu juga menjelaskan jika sudah mempunyai barang bukti yang cukup, minimal 2 barang bukti, itu sudah bisa dilakukan peningkatan kepada penyidikan.
“Masih tingkat penyelidikan, tidak ada batas waktunya jika tidak ditahan, tapi jika ditahan ada batas waktunya 1×24 jam,” tegasnya dihadapan majelis hakim tunggal Dominggus Silaban.
Dilain sisi, usai persidangan, kuasa hukum pemohon Iskandar Simatupang SH dan Angga Satria SH menegaskan perbuatan dinas lingkungan hidup secara “Pro Justitia” dalam penetapan dan penyitaan hewan peliharaan tersebut tidak sah. Menurutnya, saat melakukan penyitaan tidak menunjukkan surat perintah penyitaan/penerimaan.
“Tidak memiliki izin penetapan sita dari Pengadilan dan dianggap melawan hukum dan perampasan hak asasi manusia, tidak berkekuatan hukum mengikat secara materil sunsantif berdasarkan dokumen hukum yang bertuliskan pro-justitia,” tegasnya.
Apalagi hewan yang disita merupakan Monyet kecil dan kura-kura bukan hewan yang dilindungi di Indonesia dan tidak masuk kedalam peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan.
“Jadi kami memohon agar majelis hakim menyatakan kalau penyitaan ini tidak sah dan binatang tersebut dikembalikan ke pemilik karena tidak masuk dalam hewan yang dilindungi,” pungkasnya. (rk/mc)