Medancyber.com – Medan
Pandemi Covid-19 benar-benar memukul sektor pusat perbelanjaan di Sumatera Utara. Hingga kini, telah ada 7.000 karyawan mall di Sumatera Utara yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Jumlah karyawan yang bakal di-PHK dipastikan bakal bertambah lagi dengan pemberlakuan PPKM Darurat yang semakin ketat.
Penasehat Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APBI) Sumatera Utara, Herri Zulkarnaen mengatakan, sekitar 7.000 karyawan di pusat pembelanjaan atau mal di Sumatera Utara yang sudah dirumahkan. Mereka terdiri dari karyawan pengelola mau pun karyawan dari penjaga toko seperti satpam, cleaning service, dan lainnya.
“Semuanya sudah kita kurangi untuk melakukan penghematan,” kata Herri di Medan, Sabtu (17/7).
Ia mengatakan, banyak pengelola plaza yang sudah minus, sehingga mengharuskan mereka untuk mengurangi karyawannya. Dan dengan adanya PPKM darurat, kemungkinan bertambahnya PHK bakal tambah besar.
“Itulah kondisi kami sekarang, apalagi kalau diperpanjang lagi nanti,” tambahnya.
Di samping itu, Herri mangaku, pihaknya sudah berusaha menerapkan strategi namun hasilnya tidak signifikan.
“Dan kami tidak bisa pungkiri buat strategi lain lagi karena promosi yang sudah kita tawarkan secara online dan offline tidak jalan. Ditambah para penyewa tidak bayar sewa saat ini meminta stimulus terkait bagaimana kebijakan dari para pengelola agar mereka tetap bertahan,” katanya.
Ditambahkannya, saat ini, meski pun mal tutup sementara, namun tetap ada pengeluaran yang sangat tinggi. Kerugian setiap mal yang tutup sementara saat ini di Sumut capai ratusan juta hingga puluhan miliar.
“Kalau masing-masing perusahaan itu tergantung besar kecilnya mal. Seperti Plaza Millenium, kita alami kerugian sekitar 500 juta per bulan. Namun untuk mal yang besar, bisa di atas Rp 10 miliar per bulannya, sebab meski pun tutup kita tetap menggunakan energi listrik yang sangat tinggi. Semakin besar mal, semakin besar kerugiannya,” ujar Herri.
Menurutnya, bila diperkirakan, mal yang ada di Sumut ini sekitar 10, maka kerugian bisa capai Rp 50 miliar per bulannya.
Herri juga menuturkan, sejak Covid-19, jumlah pengunjung turun serta ditambah pengeluaran yang semakin meningkat karena harus menyediakan sanitizer, area pencuci tangan, alat cek suhu tubuh, sehingga pusat pembelanjaan ini sangat terpukul. Dengan keadaan ini, diharapkan pemerintah segera memberikan stimulus bagi pusat pembelanjaan untuk meringankan beban.
“Kami berharap dari pemerintah agar adanya stimulus karena sampai saat ini kami tidak diberikan, kami seperti anak tiri karena hotel saja diberikan stimulus. Setidaknya adanya stimulus berupa pengurangan pajak, biaya listrik, dan lainnya yang mempermudah kami. Pemerintah juga kita harap agar tegas atas dalam kebijakan ini dan jangan digantung-gantung terhadap semua sektor,” tutupnya.(tr/js)