26.7 C
Medan
Friday, 26 April 2024
spot_imgspot_imgspot_img

RMI PBNU: Santri Hindari Musik Bukan Berarti Radikal

Medancyber.com – Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) Abdul Ghofarrozin meminta tak terburu-buru memberi cap radikal terhadap para santri yang menutup kuping saat terdengar musik.

Hal itu merespons rekaman video viral yang menunjukkan para santri duduk menutup telinga saat alunan musik populer terdengar.

“Jadi [santri] menghindari musik itu bukan berarti dekat dengan radikal. Harus proporsional. Terlalu cepat kita ajukan penilaian yang di foto atau video itu radikal. terlalu cepat lah. Tak cukup salah satu indikasi itu aja kemudian melonjak ke sana,” kata pria yang akrab disapa Gus Rozin itu kepada CNNIndonesia.com, Rabu (15/9).

Ia meminta peristiwa ini harus disikapi proporsional. Menurutnya, banyak pesantren di seluruh Indonesia memiliki karakternya masing-masing, salah satunya berkaitan dengan musik.

Rozin menjelaskan terdapat pesantren yang tak menutup diri terhadap musik. Para santrinya, kata dia, diperbolehkan untuk memainkan dan mendengarkan musik. Namun, di sisi lain terdapat pesantren yang memiliki kebijakan sangat ketat bahkan melarang musik.

Dia mencontohkan bahwa banyak pesantren yang berfokus mendidik santri tahfidz Alquran memiliki kebijakan yang ketat terkait musik.

“Apalagi kalau [pesantren] tahfidz itu lebih ketat. Bukan karena musik haram, tapi juga menjaga mood mereka [para santri] dan menghindari para santri dari gangguan. Ini ketat. Di NU kan dijaga turun temurun sanad itu, riwayat akademiknya, metodenya dijaga ketat,” kata dia.

Melihat hal itu, Rozin menilai peristiwa santri menutup telinganya ketika mendengarkan musik harus dilihat dari perspektif tersebut. Sebab, sampai saat ini belum jelas alasan para santri-santri dalam video itu sampai menutup telinganya ketika ada musik.

“Apakah karena mereka anggap haram? Apa karena ini merupakan gangguan? Kita enggak bisa melihat dari suatu indikator aja kemudian dicap sebagai radikal. Karena di lingkungan PBNU banyak pesantren tahfidz yang ketat,” kata dia.

Baca Juga:   Bagi 500 Paket Sembako Jelang Nataru 2022, Sekjen Sumut: Kader Golkar Harus Mencontoh Rommy

“Jadi ini soal pendekatan taklim, pendekatan pembelajaran yang berbeda-beda yang harus dihormati,” tambahnya.

Eks Menag Lukman Hakim Saifuddin sebelumnya menyebut tidak ada larangan eksplisit terkait musik. Misalnya, Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin.

Larangan dan pengharaman bermusik oleh sebagian pihak lebih karena musik terkait dengan hal-hal yang bisa menyebabkan kita melalaikan kewajiban atau dengan kemaksiatan.(dt/js)

Related Articles

Stay Connected

0FansLike
3,912FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles