Medancyber.com – Harga mobil hybrid tidak bisa turun lantaran pemerintah tidak memberikan insentif. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, pemerintah tidak memberikan insentif untuk mobil hybrid.
Mobil hybrid dinilai sebagai salah satu kendaraan ramah lingkungan yang dapat menekan emisi dan konsumsi bahan bakar. Dengan keunggulan tersebut, mobil hybrid diharapkan mendapat insentif juga dari pemerintah seperti mobil listrik.
Namun, menurut Airlangga, pemerintah tidak akan mengubah atau menambah kebijakan insentif untuk otomotif. Artinya, tidak ada tambahan aturan insentif untuk kendaraan hybrid.
“Tentu kalau untuk otomotif, kebijakan sudah dikeluarkan, jadi tidak ada kebijakan perubahan/tambahan lain,” kata Airlangga saat konferensi pers penyampaian pertumbuhan ekonomi kuartal 2 2024 belum lama ini.
Menurutnya, mobil hybrid tanpa diberikan insentif angka penjualannya sudah bagus. Bahkan, kata Airlangga, penjualan mobil hybrid dua kali lipat lebih banyak dibanding mobil listrik berbasis baterai atau battery electric vehicle (BEV).
“Kalau kita lihat penjualan mobil hybrid itu hampir 2 kali daripada BEV. Jadi sebetulnya produk hybrid itu sudah berjalan dengan mekanisme yang ada sekarang,” ujar Airlangga.
Tanpa insentif, mobil hybrid di Indonesia harganya masih tergolong tinggi. Rata-rata mobil hybrid di Indonesia dijual dengan harga di atas Rp 400 juta. Hanya beberapa mobil hybrid yang harganya Rp 200 jutaan dan Rp 300 jutaan.
Bisa Lebih Mahal
Di sisi lain, harga mobil hybrid berpotensi bakal naik lagi. Sebab, saat ini pemerintah memberi karpet merah untuk produsen mobil listrik berbasis baterai. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021, mobil listrik dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Dalam beleid tersebut mobil hybrid dikenakan PPnBM sebesar 15 persen dari dasar pengenaan pajak (DPP). Dasar pengenaan pajak itu besarannya bervariasi mulai dari 40 persen hingga 80 persen dari harga jual, tergantung dari tingkat kapasitas mesin, konsumsi BBM, dan emisi yang dikeluarkan.
Lebih lanjut dalam PP 74 tahun 2021 juga disebutkan, DPP dengan tarif baru untuk mobil hybrid bakal dikenakan jika:
“Adanya realisasi investasi paling sedikit Rp 5.000.000.000.000 (lima triliun Rupiah) pada industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles,” bunyi pasal 36B.
Ini berlaku setelah jangka waktu dua tahun setelah adanya realisasi atau saat industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles mulai berproduksi komersial.
Adapun kenaikan pajak itu ditandai dengan makin tingginya DPP untuk mobil hybrid, besarannya bervariasi. Misalnya untuk mobil hybrid yang dikelompokkan dalam pasal 26: kapasitas mesin sampai 3.000 cc, konsumsi BBM lebih dari 23 km/liter. Kelompok mobil hybrid ini bakal dikenakan tarif PPnBM 15 persen dengan dasar DPP sebesar 66 2/3 persen, (sebelumnya DPP 40 persen). Praktis jika dikenakan tarif baru tersebut, mobil hybrid bisa terkerek naik harganya.(dtk/klt)