Medancyber.com – Medan
Corona terus melonjak, pakar epidemiologi Pandu Riono dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menilai Indonesia sudah mencapai herd stupidity. Baik dari pemerintah, dan masyarakat disebut Pandu sama-sama abai terhadap pandemi COVID-19.
Seperti diketahui, ada lebih dari 100 kasus varian baru Corona termasuk varian Delta yang diyakini menular lebih cepat hingga memperburuk gejala COVID-19. Kemunculan varian baru Corona di saat protokol kesehatan memakai masker, seperti halnya di DKI Jakarta, menurun menjadi 25 persen.
“Herd kan komunal, kebodohan bersama. Itu artinya kebodohan bersama, makanya Indonesia herd stupidity. Sudah tahu mudik dilarang, masih pergi. Sudah diingatkan kemungkinan varian baru, nggak peduli. Sudah tahu mudik bisa meningkatkan kasus, tidak dilarang dengan ketat. Ya baik pemerintah maupun masyarakat sama-sama abai,” jelasnya, Senin, (21/6/2021).
Pandu menilai, alih-alih menerapkan tarik rem darurat di tengah situasi COVID-19 dengan lonjakan kasus, lebih baik mengutamakan tingkat vaksinasi Corona yang cakupannya masih rendah.
“Sekarang tiba-tiba saat sudah melonjak kasusnya, ramai desakan lockdown, ramai desakan tarik rem darurat, konteksnya apa? Apa yang ditarik apa yang direm?” tanya Pandu.
Sebelum infeksi COVID-19 semakin meluas, ada baiknya vaksinasi Corona ditingkatkan di zonasi risiko tinggi seperti Jabodetabek. Terutama wilayah yang mencatat kenaikan kasus mutasi COVID-19 yang tinggi.
Pandu juga mendesak rumah sakit untuk kemudian selektif menangani pasien Corona. Prioritaskan mereka yang butuh penanganan alat bantuan oksigen, artinya pasien-pasien Corona yang tengah kritis dan mengeluhkan gejala COVID-19 seperti sesak napas.
“Supaya rumah sakit atlet kita fokuskan menampung yang bergejala berat dan sedang. RS Darurat COVID-19 kan memang seharusnya mampu dan dikhususkan untuk menampung pasien tersebut,” tuturnya.
Pandu juga mengingatkan untuk tidak lupa mengedepankan vaksinasi Corona bagi mereka berisiko tinggi seperti usia lansia 60 tahun ke atas. Terakhir, Pandu meminta untuk tak mempersoalkan kebijakan pengetatan pembatasan COVID-19 tanpa intervensi atau konteks yang jelas.(dtc/japs)